Senin, 14 April 2014

Mawar Berduri


(Cerita ini diikutsertakan dalam tantangan menulis #KarakterJahat @KampusFiksi)

Apa yang bisa kuceritakan tentang seorang wanita jelata yang bercita-cita menjadi Sri Baginda Ratu? Bahwa dia cantik, muda, mempesona? Bahwa para lelaki akan bertekuk lutut setiap kali menatap mata iblisnya yang bercahaya bagai malaikat tanpa dosa? Hha, mata itu memang sangat luar biasa. Sepasang mata yang telah menakhlukkan hati Sang Baginda Raja, bahkan Sang Putera Mahkota, bahkan juga Sang Maha Patih. Tapi itu belum cukup. Bukan para pria itu yang berada dalam sepasang mata tersebut, melainkan kejayaan dan kekuasaan.
*
“Kandaku, Baginda Raja Muringgono. Apa Kanda memang harus pergi?” ucapku dengan tatapan mata berkaca-kaca.
“Dindaku, Niniala sayang, Kanda pergi tak akan lama. Dinda tak perlu bersedih. Putera Mahkota akan menggantikan Kanda untuk menjaga Dinda selama Kanda pergi.”
Aku mengangguk pelan saat Baginda Raja mengatakan itu sambil memelukku. Suara lelaki yang berusia hampir tiga kali usiaku itu begitu lembut terdengar di telingaku. Lelaki itu kemudian berlutut, mengusap dan mencium perutku yang membuncit bulat sempurna.
“Jagalah ibumu untuk Ayahanda,” ucapnya penuh kasih sayang. “Kau dan kakakmu, Sang Putera Mahkota, harus menjaga wanita terkasih Ayahanda dengan baik,” lanjutnya lagi. Di sampingnya, Sang Putera Mahkota Suringgono berdiri penuh kesungguhan, menerima titah Sang Ayahanda Baginda Raja.
Aku mulai menitihkan air mata menghantarkan kepergian Sang Baginda Raja. Aku sangat berharap Baginda Raja akan segera kembali padaku. Ya, kembali padaku dalam kondisi yang kuharapkan tentunya.
*
“Wahai putraku, Sang Putera Mahkota,” rengekku manja pada Sang Putera Mahkota Suringgono.
“Wahai kekasihku, Niniala. Kau tidak perlu memanggilku dengan sebutan penuh hormat saat kita hanya sedang berdua saja,” jawab Sang Putera Mahkota Suringgono lembut. “Lagi pula aku bukan putramu. Aku adalah priamu, ayah dari janin yang kau kandung,” lanjutnya lagi sambil mengelus perutku. Dia benar-benar berbeda ketika ayahnya tak ada. Akupun begitu.
“Tapi tetap saja, sekarang ini kau masihlah Sang Putera Mahkota Kerajaan, putra tiriku,” rengekku makin manja di dalam pelukannya. Hari belum berlalu semenjak kepergian Sang Baginda Raja. Tapi seperti biasa, Sang Putera Mahkota Suringgono tidak akan membuang waktu untuk segera membuaiku dalam pelukannya.
“Tidak akan lama,” ucapnya meyakinkan. “Dalam dua hari, Sayang. Jasad Ayahanda akan kembali dan aku akan segera naik tahta. Saat itu tiba, kaulah sayangku, Niniala, yang akan menjadi permaisuriku.”
Aku tersenyum saja mendengar ucapannya. Aku menantikan dengan penuh harap akan janjinya. Janji untuk menghabisi Sang Baginda Raja.
*
Satu hari telah berlalu. Sesuai janji Sang Putera Mahkota Suringgono, kabar duka wafatnya Sang Baginda Raja menyelimuti kerajaan. Kereta kuda Sang Baginda Raja terperosok ke dalam jurang. Tidak ada yang tahu bahwa terperosoknya kereta kuda Sang Baginda Raja merupakan bagian dari rencana yang telah tersusun rapi. Rencana jahat Sang Putera Mahkota yang tak sabar ingin naik tahta. Demi siapa? Tentu saja demi aku.
“Bagaimana kau ingin merayakannya, Permaisuri cantikku?” tanya Sang Putera Mahkota Suringgono padaku dengan nada penuh kemenangan. Lagi-lagi, aku tersenyum saja mendengarnya.
“Sekarang ini, tidak ada yang lebih kuinginkan selain air kelapa segar,” jawabku penuh manja. “Aku terlalu lelah berpura-pura menangis di hadapan para petinggi kerajaan.”
“Baiklah, Sayangku. Aku akan menyuruh pelayan untuk memetikkan buah kelapa segar untukmu,” jawabnya penuh kasih sayang.
“Tidak, bukan begitu. Emm, entah bagaimana menjelaskannya, tapi janinku ini rasanya ingin meminum air kelapa hasil petikan ayah kandungnya,” jelasku buru-buru sambil bergelayut manja pada lengannya yang kokoh.
Sang Putera Mahkota Suringgono tersenyum lebar mendengar permintaan manjaku. “Baiklah kalau begitu, Sayang. Akan kupanjatkan dan kupetikkan seribu buah kelapa kalau kau mau,” bisiknya sambil mencium bibirku. Aku menyambut ciuman mesranya. Ciuman penuh nafsu putra tiriku yang malang.
*
Tubuh itu terhempas begitu saja di atas tanah yang sedikit basah akibat gerimis. Tubuh itu berwarna biru pucat dan tentu saja sudah tak lagi bernyawa. Mungkin nyawa tubuh itu melayang sepenuhnya sesaat setelah terhempas dari ketinggian pohon kelapa yang mencapai sepuluh meter itu. Aku sedikit kesulitan menyembunyikan tawaku saat melihat matanya yang belum tertutup sempurna itu memandangku. Matanya itu seolah menatapku penuh rasa tak percaya. Di tengah rasa terkejut para penghuni istana atas kecelakaan maut yang menimpa Sang Putera Mahkota, aku berusaha menangis dalam kepura-puraan.
“Sang Putera Mahkota Suringgono telah meninggal,” ucap Sang Maha Patih mengumumkan, setelah memastikan detak nadi Sang Putera Mahkota benar-benar telah lenyap. Aku semakin larut berpura-pura menangis histeris.
*
“Sangat sempurna,” gumamku penuh kegembiraan. Setelah sepanjang hari  berpura-pura berduka, akhirnya di dalam kamarku yang mewah dan nyaman, aku dapat berisitirahat serta bebas mengungkapkan rasa gembiraku.
“Aku harap hasil kerjaku memuaskanmu, Cintaku.” Suara serak seorang pria menyadarkanku dari pikiranku yang sempat melayang akibat terlalu gembira. Aku menoleh padanya.
“Tentu saja, Maha Patihku. Kau benar-benar dapat diandalkan,” aku memeluknya dengan kemanjaanku yang khas, seperti yang biasa kulakukan untuk menakhlukkan Sang Baginda Raja dan Sang Putera Mahkota.
“Semua itu tidak akan terwujud tanpa kecerdasan akalmu, Cintaku. Idemu menaruh ular berbisa di puncak pohon kelapa sangat cemerlang,” sanjungnya terhadapku. “Kelicikanmu yang cerdas itu benar-benar tak terpikirkan olehku sebelumnya,” lanjutnya lagi. Aku meliriknya sesaat. Walaubagaimanapun, setelah apa yang dilakukannya untuk membantuku, tetap saja, ucapannya yang menyebut diriku licik sedikit mengganggu di telingaku.
“Anak yang kukandung ini, kelak tentu akan sangat bangga pada ayahnya. Ayahnya yang begitu berjuang demi mewujudkan cita-cita ibunya,” ucapku sembari meraih tangannya dan mengusapkannya ke perutku.
Aku menatap matanya dengan tatapan mataku yang sayu dan polos. Benar saja, tatapanku membuatnya tak berdaya. Sesaat kemudian dia membenamkanku dalam pelukannya. Dalam pelukannya, aku berusaha mati-matian memikirkan cara untuk menyingkirkannya. Sangat berbahaya. Ada seseorang yang mengetahui sifat licik di balik sinar mataku yang bagai tanpa dosa ini sangatlah berbahaya. Aku sadari hal itu sepenuhnya. Sang Maha Patih tidak sebodoh Baginda Raja ataupun Putera Mahkota. Di balik pelukannya, perlahan ide-ide licik cemerlang lainnya mulai tersusun rapi dan memenuhi otakku. Aku tersenyum dalam hati.
“Jadi setelah ini, apa rencanamu, Ratuku?” tanyanya penuh penasaran.
“Kau mau tahu kelicikanku yang lainnya?” bisikku menggoda. “Nantikanlah. Tak akan lama lagi.”
*

1 komentar:

  1. What is the easiest way to make money from making money on slot machines
    The easiest way is to find the best games to play on your worrione new slot หาเงินออนไลน์ machine online. Play at the best 바카라 사이트 online casinos that let you win real money.

    BalasHapus